Seorang wanita mengajak suaminya untuk menunjukkan toko tempat ia dibelikan sebuah gelang. Gelang itu adalah pemberian dari sang suami untuk hadiah ulang tahunnya. Sejak awal, sang suami tak berniat ingin mengantarkannya. Karena bagaimana pun, itu hadiah yang ia berikan untuknya yang tersayang, sang istri. Sedangkan sang istri, ia ingin menjual gelang tersebut karena putus.
Malam itu sang suami talah berjanji pada sang istri. Ia berjanji pada sang istri untuk mengantarnya ke apotek, sesuai ajakan sang istri. Namun, tak sesuai rencana, sebelum brangkat sang istri lagi lagi mengutarakan maksudnya untuk sekalian mengantarnya ke toko tempat gelang itu dibelikan. Dengan berat karena niatan sang istri, sang suami pun mengantar ke apotek dan terus berpikir tak karuan.
"Apakah ia tak suka dengan hadiah yang ku berikan?" galau sang suami.
Sampai di apotek, sang suami tampak begitu gelisah. Sang suami hanya duduk diatas jok motor dengan pikiran melayang. Bingung, sang suami pun menghampiri sang istri. Seakan ada yang ingin di ucapkan tapi tak kuasa.
"Mungkin memang istriku tak suka hadiah dariku.."
Ia pun hanya diam dan mengutak-atik smartphone tak jelas hingga apa yang di pesan telah di beli.
Menuju motor, sang suami masih dalam bimbang. Bagaimana pun ia tak bisa memaksakan sang istri untuk menyukai apa yang ia hadiahkan.
"Ke toko gelangnya ya pah.." ujar sang istri.
"Loh? Jadi? Aku kira gak jadi." sambut sang suami sembari sedikit menyiratkan keberatannya.
"Jadi jual gelangnya? Gak coba minta di benerin dulu??" lanjut sang suami.
"Ya udah, ntar dicoba dulu saja."
Roda motor pun berjalan. Karena sayangnya pada sang istri, ia pun menurutinya. Walaupun hatinya masih terasa berat. Apa benar sang istri tidak manyukai gelang pemberiannya? Sang suami jelas tak bisa memaksakan kehendak. Dilain pihak, ia juga mulai merasakan kekecewaan. Entah kenapa.
Sampai di pertigaan tempat seharusnya ia berbelok ke toko gelang, sang suami malah lurus terus. Sang istri pun langsung mengingatkan suaminya.
"Lho? Kok terus? Bukannya kata papah tokonya di daerah alun-alun kota??" ingat sang istri.
"Oh iya. Aku pikir langsung pulang. Makanya lurus terus. Aku kira gak jadi ke tokonya..." sang suami tetep berusaha mengulur. Menurutnya hanya itu yang bisa ia lakukan. Karena memaksakan kehendak bukanlah hal yang ia sukai.
Dalam perjalanan menuju toko. Sang suami suami berujar pada istrinya.
"Aku di luar saja ya. Mamah masuk sendiri saja." bagaimna pun melihat apa yang ia hadiahkan ditukar dengan uang adalah hal yang mungkin akan menyakiti hatinya.
"Iih, papah masuk juga donk." rajuk si istri.
"Aku di luar saja." jawabnya singkat.
"Aku maunya papah masuk juga"
Sang suami tak berujar. Hanya diam dalam pikiran kosong.
Sampai di toko perhiasan. Sang suami memarkir motor dengan malas.
"Tuh tokonya! Masuk ja." sang suami menunjuk ke arah toko bunga di samping toko perhiasan. Senyum ia coba hadirkan untuk melupakan apa yang ia akan hadapi. Ia berkata dengan sedikit bercanda untuk melipurkan hatinya.
"Aaaahh, masa disitu?"
"Hehe" terucap begitu memaksa. Hanya itu yang terlontar.
Di dalam toko, sang istri langsung mengutarakan maksudnya.
"Mbak, mau jual gelang ini" ujar sang istri to do point.
Sang suami terkejut. Mudah sekali ia mengucapkan itu.
"Tapi ini ada yang putus mbak." lanjut sang istri.
Si penjaga toko pun memeriksa keadaan gelang ia terima. Sang suami tampak gusar. Sejenak, sang suami membisikkan sesuatu pada sang istri.
"Gak minta dibenerin dulu mah???" bisik sang suami. Sang suami coba mengingatkan. Mungkin sang istri lupa? Atau malah memang hanya berniat menjual? Entahlah, yang penting sang suami sudah mengibgatkan.
Baru sejenak kemudian istri pun mencoba bertanya pada penjaga toko.
"Di benerin dulu bisa gak?"
"Gak ada tukangnya mbak."
Tak beselang lama, penjaga toko pun menawarkan harga yang sangat murah. Harga tersebut jauh lebih murah dari harga pasar dengan alasan, gelang tersebut telah patah.
Jika dibandingkan dengan harga beli, harga jualnya tak sampai 50% harga beli. Betapa murahnya hadiah yang di berikan dengan kasih sayang itu. Yah, sebuah hadiah hanya akan bermakna jika kita melihat dari ketulusan hati. Jika kita menganggap hadiah itu sangat bermakna, tentu kita tak kan rela melepasnya walau telah usang di makan waktu.
"Gak bisa dinaikin dikit?" ujar sang istri
"Saya bukan bosnya mbak, gak bisa." jawap penjaga toko.
"Gimana pah?" sang istri bertanya pada sang suami. Seakan melempar sebuah bom, sang suami kebingungan menjawabnya. Bagaimana pun ia tak bisa memaksakan kehendak dan barang yang telah ia berikan adalah hak penerimanya. Apapun itu, barang tersebut sudah jadi miliknya.
"Terserah!" jawabnya agak kesal. Ia melemparkan kembali bom itu dan ingin mengetahui apa yang akan dilakukan istrinya.
"DEG!" jantung sang suami seakan berhenti sejanak. Gelang beralih dengan mudah. Ia merasa ketulusan hatinya benar-benar telah terjual dengan mudah dan MURAH! Kekecewaan pun tak terbendung lagi. Ia merasa perhatian, sayang dan ketulusan hatinya telah terjual.
Benar saja, bagaimana ia tak kecewa? Lazimnya, sesuatu akan bermakna jika kita menilainya dari hati. Bahkan daun kering bertuliskan "I LOVE U" pun jika dihadiahkan akan bermakna besar jika kita menilai dari siapa yang memberi dan mengapa ia diberi ( yang pernah lihat film India Mohabbathein pasti tahu yang aku maksudkan ). Belum lagi, sang suami melihat dengan jelas hadianya terjual di depan matanya. Apa yang kau rasakan jika berada di posisi sang suami? Entahlah, penulis pun tak bisa membayangkan.
Semoga kita bisa ambil hikmah dari kisah diatas. Kalau dapat hadiah, dijaga baik-baik ya.. Kalau tak suka, simpan saja. Tidak ada ruginya menyimpan hadiah kan??
0 Comment for "Hadiah yang Terjual - Sekilas Kisah dan Cerita"
Berkomentarlah dengan baik, karena komentar yang baik bisa membuat DizaShared lebih baik lagi. ^_^'